Aku
tertawa diatas garam-garam laut
Membangun
kenangan pada ranting-ranting gunung
Tanpa
menyadari luka-luka yang terus tumbuh
Waktu
terus berlari mengejar matahari
Aku
terdiam pada bait-bait kata yang menunggu untuk di raba
Hutangku
pada pria bekemeja biru muda
Yang
meninggalkanku pada lorong dengan kursi-kursi hitam
Tenggelam
pada kebosanan
Menit
pertama aku bahagia
Menit
kedua aku tertawa
Menit
ketiga aku menangis
Menit
ke tiga puluh depalan ribu aku terkurung dalam penyesalan
Aku
menipu rahim yang melawan api di atas terpal
Menipu
doa-doa yang terbang menembus angina
Berdusta
pada pengabdi malam
Aku
menipu otot-otot yang menyalakan mesin diesel
Dari
padanya keluar air yang menyusuri tapak-tapak tanah
Melahirkan
kristal-kristal asin
Meski
aku berjalan melewati pencakar langit
Menekan
nada-nada kotak pengirim
Berjalan
di atas rangkaian aksara
Aku
tetap menipu
Aku
pengabdi topi hitam
Yang
menyamar pada sekawanan gagak pemakan bangkai kejujuran
Rambutku
terjuntai pada pukul 9 pagi dan kakiku terbang diatas ilalang yang hangat
Terbuai
dalam warna-warna layar menunggu untuk dibangunkan
Kelak
jika aku mampu berlari
Lolos
dari lingkaran penyesalan
Akan
kubeli kembali senyum-senyum yang tergadaikan
Membingkai
dan menggantungnya pada susunan bata merah di pinggir kebun
Senyuman
yang mahal harganya
Yang hanya dapat
dibeli dengan waktu.Malang, 1 Oktober 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar