Selasa, 24 Desember 2019

DARI RUANG TELEVISI

Aku berusaha mendendam di sela-sela cinta
Menjangkaumu dari sekat-sekat pandangan
Menangisi darah yang keluar dari alunan tubuhmu
Aku ingin memelukmu selayaknya engkau memeluknya
Meski engkau membenci setiap detak gerakanku

Engkau suci yang melahirkan api yang tak tau cara menghangatkanmu
Dalam gerak-gerik morse aku mencoba membunuh dingin
Tenggelam oleh air mata tak cukup untuk menggaliku di memorimu
Silahkan nikmati saja minyak ikan di meja makanmu bersama pria favoritmu
Akan kudoakan saja kau agar tetap wangi dan berwibawa
Sekeras apapun kau menutup matamu
Kau akan menemukanku dalam gelapmu
Aku selalu ada di sana di sebelah meja kaca di dekat akal sehatmu

Hari ini kau menyapaku
Kau cantik dengan gaun coklat tuamu
Dalam bayangan pada pikiran lain
Kau mengayunkan matamu terhadapku
Untuk memelukmu selayaknya kau memelukku
Saat aku tak tau caranya tumbuh


Malang, 21 November 2019

SEPASANG MERPATI YANG TAK SUNGGUH-SUNGGUH LAHIR

Burung yang terbang bersamaan bisa saja sampai di muara yang berlawanan
Merpati hitam yakin merah jambu adalah tujuan
Sementara merpati merah jambu yakin tujuan tak pernah ada
Tujuan ada saat kau berhenti dari perjalanan yang jauh

Merpati hitam mempercayai takdir yang wujudnya ketidakpastian
Merpati merah jambu mebenci takdir dan berhenti mengepakkan sayapnya
Takdir hanya milik orang-orang yang memiliki keyakinan
Terbang dari laut menuju muaranya bukan perkara hinggap di pohon pikirnya
Bertahan di dalam laut dengan dikepung oleh dengki adalah kemustahilan
Berlari jadi ide tak masuk akal saat mereka punya sayap untuk menghilang lebih cepat

Mereka tak sungguh-sungguh pergi
Mereka hanya dua burung yang ingin namanya ditulis dalam sajak penyair
Dijadikan sebuah buku
Dijadikan pajangan di pikiranmu
Diterima di daratan, lautan, udara dan kemustahilan lainnya
Menerima dua merpati dengaan warna berbeda adalah penghianatan atas keyakinan

Biar saja mereka pergi sejauh-jauhnya
Biar saja mereka tak pernah pulang
Mereka tak pernah diterima di mana-mana
Mereka hanya ada namun tak sungguh-sungguh lahir

Masa yang mempertemukan mereka
Alam yang memberi luka
Tangan-tanganmu yang membantunya sembuh

Malang, 9 Oktober 2019

BERLARI DARI PERAYAAN


Dari ruangan yang gelap
Ada gadis kecil yang berharap tak pernah ditemukan
Sunyinya lebih setia daripada kembang apimu
Permen-permenmu juga tak cukup manis untuk merayunya

Rasanya di luar bising sekali
Jalanan dipenuhi kebohongan dan mesin-mesin yang saling beradu amarah
Saling mengejar dan selalu memberi pertanyaan
Orang-orang lupa carannya bersikap biasa saja
Bertanya apa kabar dengan perayaan, bunga-bunga, dan kue
Di kepalanya hanya ada jawaban yang bukan pilihan ganda

Gadis kecil senang memandang dari jendela
Memandangi cahaya, memandangi pohon menari, memandangi kata-kata
Orang bilang dia sakit
Dia hanya senang tumbuh dengan pasrah
Dia takut Tuhan mengusirnya dari ruangan gelap jika ia sering bercanda
Orang saja yang suka berasumsi
Gadis kecil selalu tenang dan dikenang


Malang, 9 Oktober 2019

PERMISI PALING MENYAKITKAN

Dari air yang berjuang memeluk api
Dari air yang langkahnya adalah kemajemukan
Dari air yang berusaha membasahi kepalamu
Aku tenang yang memelukmu dari riuh

Dari semesta yang mencoba memahami sajak-sajak sastrawan
Dari semesta yang berusaha mengangkat bebannya sendirian
Dari semesta yang enggan lari dari kebisingan
Mereka angin yang memperjuangkan air bersama api

Dari api yang berjuang memeluk api
Dari api yang langkahnya adalah tunggal
Dari api yang dunianya dikelilingi dengki
Kau riuh yang menundukkan tenang

Demi air yang berusaha memeluk api
Demi api yang berusaha memeluk api yang lain

Malang, 1 Oktober 2019

MENIKMATI PEMANDANGAN

Roh yang tak tau kemana harus berlari sedang duduk di tepian tangkis
Memandangi tumpukan-tumpukan batu dengan perabot di dalamnya
Tumpukan-tumpukan batu itu setinggi mimpi anak-anak di desa
Kata orang-orang yang tak tau tumbuhan bisa bicara tumpukan itu nampak indah

Roh yang tak tau kemana harus berlari mulai melintasi titik-titik waktu
Tubuhnya biasa memandangi boneka jerami dengan seragam lusuh berwarna coklat tua
Matanya tak berkompromi dengan hal-hal yang gemerlapan
Tangannya sibuk memilih batang mana yang harus ditebas

Roh yang tak tau kemana harus berlari mati tercekik oleh tebu-tebu yang hancur
Dahan yang dianggapnya rumah telah berganti bahan
Ada kumpulan orang-orang yang bertengger dengan suara tawa yang tidak tau waktu
Pada saku mereka dipenuhi kertas dengan mantra di dalamnya
Mantranya mampu menutup mata dari roh yang tak tau kemana harus berlari

Pada tumpukan-tumpukan batu yang tinggi itu
Orang-orang melihat kerlip-kerlip lampu dari kaca-kaca rumah mereka
Menikmati makan dan minum dari mesin-mesin daur ulang
Mereka bercanda dengan robot-robot yang tak tau cara jatuh dan berguling di pasir-pasir
Mereka lupa daun-daun yang saling bicara jauh lebih indah
Mereka lupa dari secangkir teh yang memproduksi tawa mereka
Ada air mata dari roh yang tak tau kemana harus berlari

Malang, 14 Maret 2019

AKU BELUM JATUH

Aku lahir dari harapan
Tumbuh menjadi budak mimpi
Berjalan mengitari matahari
Mengantongi penyesalan di masa lalu

Sekeras apapun langit meruntuhkan bintang
Aku hanya perlu berjalan
Dengan senyap dan diliputi luka
Hingga lupa arti kepedihan

Aku pengelana yang tak tau makna berlari
Pembunuh waktu penghianat janji
Pengabdi doa-doa malam
Perindu tumpukan-tumpukan salam

Bila masanya datang
Aku ingin bangun
Aku ingin dunia tahu
Aku belum jatuh

Malang, 19 Desember 2018

PENGABDI TOPI HITAM

Aku tertawa diatas garam-garam laut
Membangun kenangan pada ranting-ranting gunung
Tanpa menyadari luka-luka yang terus tumbuh

Waktu terus berlari mengejar matahari
Aku terdiam pada bait-bait kata yang menunggu untuk di raba
Hutangku pada pria bekemeja biru muda
Yang meninggalkanku pada lorong dengan kursi-kursi hitam
Tenggelam pada kebosanan

Menit pertama aku bahagia
Menit kedua aku tertawa
Menit ketiga aku menangis
Menit ke tiga puluh depalan ribu aku terkurung dalam penyesalan

Aku menipu rahim yang melawan api di atas terpal
Menipu doa-doa yang terbang menembus angina
Berdusta pada pengabdi malam
Aku menipu otot-otot yang menyalakan mesin diesel
Dari padanya keluar air yang menyusuri tapak-tapak tanah
Melahirkan kristal-kristal asin

Meski aku berjalan melewati pencakar langit
Menekan nada-nada kotak pengirim
Berjalan di atas rangkaian aksara
Aku tetap menipu 

Aku pengabdi topi hitam
Yang menyamar pada sekawanan gagak pemakan bangkai kejujuran
Rambutku terjuntai pada pukul 9 pagi dan kakiku terbang diatas ilalang yang hangat
Terbuai dalam warna-warna layar menunggu untuk dibangunkan

Kelak jika aku mampu berlari
Lolos dari lingkaran penyesalan
Akan kubeli kembali senyum-senyum yang tergadaikan
Membingkai dan menggantungnya pada susunan bata merah di pinggir kebun
Senyuman yang mahal harganya
Yang hanya dapat dibeli dengan waktu.

Malang, 1 Oktober 2018

PERNAH MERINDU


Untuk setiap buih air yang jatuh
Tersimpan pesan dalam alirnya
Rintikannya romantis
Aromanya puitis

Aku pernah merindukan hujan
Bukan tentangmu
Aromanya
Setiap buih airnya
Menenangkan layaknya pelukanmu
Terhadap wanita itu


Malang, 14 November 2017

SURAT UNTUKMU


Selamat pagi kamu
Ku ingin bicara padamu
Dengan caraku
Kumohon jangan marah
Cukup resapi saja aku

Untukmu yang risau saat orang lain tak mendengarkanmu
Berhentilah menyalahkan keadaan
Coba tanyakan pada dirimu
Sudahkah kau mendengarkan mereka?

Untukmu yang risau saat dia yang kau sayangi menjauhimu
Berhentilah menyalahkan keadaan
Coba tanyakan pada dirimu
Apa yang salah denganmu hingga ia jauh?

Untukmu yang merasa diabaikan
Berhentilah menyalahkan keadaan
Coba tanyakan pada dirimu
Apakah kau sudah peduli dengannya?

Untukmu yang masih menyalahkan keadaan
Berhentilah, coba kau tanyakan pada dirimu


Malang, 7 November 2017

RINDU DARI BILIK HIJAU

Aku sedang menerjemahkan rasa asing dari kehilanganmu
Dari berbagai bahasa yang kukenal
Maknanya adalah bagaimana kabarmu
Aku juga sedang berjudi dengan teka-teki
Jawabannya adalah pertanyaan
Apa kau juga merasakan terjemahan bahasa tubuhku?

Bahasa tubuhmu adalah mimpi-mimpimu
Kau menyampaikannya padaku dengan berbagai gaya
Mengetik, memandang, mengabaikan, menghilang
Aku suka gayamu bicara tentang kedai kopi
Tentang mobil tua
Tentang jalanan yang sibuk
Tentang doa-doa yang terselip pada hembusan angin
Tentang ayat-ayat magis dari keajaiban favoritmu

Bahasa tubuhmu adalah keluh kesahmu
Kau menyampaikan padaku dengan senyum lucu
Bisa jadi kau tak tersenyum
Di pikiranku kau sedang berlarian dengan senyum
Dapat nilai emergency katamu
Tapi kau tak tampak sibuk
Masih santai dengan kedai kopimu

Bukan hanya kau yang berlarian di kepalaku
Surat-suratmu juga sedang mengusik keteguhanku
Ada kutipan yang kumasukkan daftar pustaka
Tenggelam di lautan atau terbang di ketinggian?
Kujawab terbang di ketinggian

Dari kutipan itu kau berlari mengikuti angin
Aku ingin mendengar banyak kisah petualanganmu
Kenyatannya kita berakhir pada tanda titik
Sebelum kau menyelesaikan kalimatmu

Rupanya kau lebih bahagia membagi halamanmu dengan yang bukan aku
Aku tentu saja marah dengan keadaan tak berhak marah
Dalam kemarahan, ada titik tenang untuk berdialog dengan Tuhan
Kesimpulannya tak pernah ada
Tuhan menjawab bukan dengan kalimat
Melepaskanmu adalah sebaik-baiknya jawaban dari segala pertanyaan

Apakah ini adil? Kau bahagia dan aku tidak?
Tentu saja, tiada seorangpun yang lebih adil dari Tuhan semesta alam
Mari kita percayai prinsip bahwa perpisahan bukanlah akhir
Perpisahan adalah sebuah awal
Awal untukmu memulai bahagiamu dengannya
Awal untukku belajar lebih kuat dari biasanya

Kamu yang sedang dan akan terus bahagia
Dalam ikhlas, aku merindukanmu

Malang, 9 Oktober 2017

Senin, 23 Desember 2019

MAAF, AKU SIBUK

Dering-dering emosi bersahutan
Langkah-langkah kaki berlarian
Barisan aksara bernyanyian
Ternyata dia
Maaf, aku masih sibuk

Angin-angin malam menyisipkan pesan
Memberitakan untuk menghadap
Kepada pahlawan kehidupan
Maaf, aku masih sibuk

Waktu tak pernah berputar
Kehidupan bukan permainan
Tangisan adalah tangisan
Tak pernah jadi kekuatan
Memutar keadaan
Maaf, aku pernah sibuk

Pada dingin yang dibawa matahari
Tuhan menghukumku
Melalui rindu tanpa tanda seru
Pada wajah yang tak bisa kusentuh
Ayah, maaf aku pernah sibuk

Malang, 24 September 2019

TELEPON TUA

Pada sebuah telepon tua aku mengadu
Berbicara dengan mesin tua
Ia mendengar tanpa negosiasi

Telepon tua
Kini hanya ada  satu
Dulu ada beribu
Dulu pernah jadi candu

Waktu bergerak
Semua yang pernah eksis seakan makin habis
Kini siapa yang akan merawatnya
Ia sendirian tanpa ada yang sudi membelainya

Pada telepon tua aku bicara
Ia mendengar dengan sukarela
Ia pernah menjadi pahlawan bagi penganut romansa jarak jauh

Telepon tua yang semakin tua
Kini ia sendiri
Manusia sudah sibuk dengan pegangannya
telepon modern yang bukan telepon tua

Telepon tua tanda modernisasi
Namun tetap membuat manusia bersosialisasi

Malang, 24 September 2017

DIPILIH ATAU MEMILIH

Kudengar banyak manusia takut
Takut untuk memilih
Banyak yang berkata hidup itu memilih atau dipilih
Sekali salah maka kau akan masuk jurang
Kebingungan sering kali melanda
Walaupun hasil tak bermakna

Butuh seribu malam untuk berpikir
Seringkali memilih datar
Seringkali memilih bimbang
Haruskah maju haruskah mundur
Haruskah memulai haruskah menunggu
Apakah akan baik apakah akan buruk
Bagaimana jika semuanya salah
Bagaimana jika memilih tidak kemudian akan berhasil
Ah sudahlah manusia memang membingungkan
Semua hal membingungkan
Aku tak tahu
Hidup dan dunia itu rumit
Mengkalutkanku
Aku memilih atau dipilih

Malang, 11 Agustus 2017

SEBATAS SEJARAH

Sepuluh Oktober
Pria berjubah hitam datang bertengger
Bercerita tentang kelelawar
Yang tak tau adat bertamu
Siang jadi malam dan malam jadi siang

Amigdalaku menolak kenyataan 
Dalam pelukan malam aku terbangun
Kelelawar-kelelawar berhamburan
Pria berjubah hitam hilang tanpa dosa
Jubah hitamnya tak bersalah
Aku saja yang perasa

Pada sajak-sajak rindu
Kepakan sayap kelelawar menamparku dari mimpi
Menyeretku dari masa lalu
Garis-garis nafasnya hanyalah sebatas sejarah
Yang terukir pada lobus frontalis

Sepuluh Oktober tahun kedua
Terimakasih karna pernah menitipkan sebuah rasa
Jangan datang jika tak mampu bertahan
Karena aku tak mampu menanggung manisnya rasa sendirian


Malang, 8 Agustus 2017

PERMISI PALING MENYAKITKAN

Dari air yang berjuang memeluk api Dari air yang langkahnya adalah kemajemukan Dari air yang berusaha membasahi kepalamu Aku tenang y...